AINA QALBYNA BLOG
Allah memberikan kehidupan kepada kita sebagai makhluq sempurna,punya akal....dan kehidupan yang indah
....jalani dengan ikhlas dan siap menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah SWT....amin
Perjalanan panjang hidup seorang anak manusia sulit untuk di tebak oleh yang namanya manusia itu sendiri,
umur,rezeki,pertemuan,juga maut.
Semua ada yang mengatur,tiap sedetik desah nafas yang kita hirup ada yang mengatur yaitu Allah SWT.
------------------------------
IslamDotNet | Links | Teman-teman | Siapakah aku?

Saturday, September 29, 2007

Bismillahirahman nirahim
DUA PULUH RIBU

Cerita Ini kiriman dari seseorang



Lucu ya, uang 20,000-an kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak amall mesjid, tapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket

“ Nyanyian abang bagus “, kata anakku sambil memberi pecahan 5000-an ke pengamen di dalam bus yang membawa kami pulang ke kampung. Aku hanya melirik beberapa pecahan 1000-an di dalam kaleng yang kebetulan berada tepat didepan mata pemberian beberapa orang yang duduk dibangku depan. Ah…paling uangnya untuk beli rokok atau beli minuman sambil kongkow di terminal, hatiku su’uzhon. Lalu atraksi berikutnya pun bermunculan, ada penjual aqua, penjual koran bahkan penjual eletronik digital dengan iming-imingan door price. Ternyata pangsa pasar itu ada dimana-mana.

Antara sadar dan tidak terdengar sayup – sayup suara wanita melantunkan nyanyian salawat, kulihat jam tangan menunjukan pukul 11 siang, telah dua jam perjalanan yang cukup melelahkan untuk badan yang baru saja berusaha untuk membuang jet lag dari sebuah penerbangan yang jauh, belum lagi penyesuaian waktu di tempat yang baru. Salawat yang diiringi oleh rebana sederhana dipadu dengan vocal yang dibawah rata-rata menambah komplitnya kesemrawutan hasil sebuah karya seni. Akibatnya kepala tambah pusing diikuti oleh hati yang menggerutu.







Selesai lantunan salawat, di lanjutkan oleh balada nyanyian biduan. Sebuah kisah perjalanan terpaksa yang ia lakukan sebagai pengamen dari bus ke bus, membutakan mata membalut rasa malu untuk menyambung nyawa bagi kehidupan tiga adik adiknya yang seharusnya bukan menjadi beban hidupnya. Sebuah kisah yang telah dan biasa ia tampilkan untuk menarik simpati, fikirku.

Ketika rebana berisi beberapa lembar pecahan 1000-an muncul didepan mataku, kutarik uang yang ada di saku bajuku, yang tinggal selebar dan ku masukan ke dalam nya, tiba-tiba tubuh lusuh yang dibalut baju tanpa parfum rebah dipangkuanku sambil menciumi tangan ku, ia menangis: “…..terima kasih, terima kasih, bapak memberinya terlalu banyak” Berulang-ulang ia ucapkan. Aku terkejut tak menyangka kalau dengan memberi uang pecahan 20.000-an tanganku akan diciumi seperti itu. Aku risih berpasang mata memandangiku, aku juga risih baju lusuh tanpa parfum yang ia pakai membuat pernafasanku sesak. Ah…..begitu mulianya wanita tersebut yang ikhlas menciumi tanganku dengan pemberian selebar uang 20.000-an, sedang anak-anakku walau dengan pecahan 100.000-an terkadang lupa mengucapkan terima kasih.

Pukul 07:00 pagi pesawat Sempati mendarat dengan mulus, tak ada yang menjemput kami di bandara. Kucari informasi dengan apa kiranya kami dapat ke kota setelah bus bandara kulihat telah penuh. Seseorang menghapiriku sambil memperlihatkan mobil kijang berwarna biru. Sepakat harga, kami pun meluncur ke kota , ke hotel yang ku ingini.
Sepanjang jalan kenangan, tahun-tahun yang dulu penuh kedamaian terlalui dengan cepat seiring lajunya mobil kijang yang membawa kami ke arah kota .

Sesampainya di hotel, perut yang diganjal oleh segelas aqua dan sebungkus kecil biskuat oleh pramugari, mulai gelisah. Aku bawa anak-anak dan istri ke luar hotel untuk sarapan.
Sambil menunggu pesanan nasi lemak dan teh manis yang belum terhidang, ku plototi anak-anakku yang mulai mengoceh mempergunakan bahasa asing. Aku tidak mau kedatangan kami akan menjadi boomerang. Perselisihan memang sudah mereda, namun siapa tahu bara kebencian masih ada tertanam pada orang-orang tertentu yang tidak dikenal yang akan menilai lain akan kedatangan kami. Bumi negeriku yang indah, yang tercabik-cabik oleh berbagai cobaan. Cobaan-cobaan anugerah dari Yang Maha Kuasa.

Sedang nikmatnya merasakan lezatnya nasi lemak dengan dendeng sapi khas produk local, datang seorang ibu menghampiriku dengan berucap:” Berilah kami sedekah, nak !”
Ku berikan pecahan 20.000-an, lalu diciuminya tanganku: “Terima kasih nak, terima kasih “. Ucapnya berulang kali.
Cepat-cepat kutarik tanganku, aku khawatir adegan tersebut akan mengundang perhatian orang-orang yang sedang sarapan di meja lain. Ah…..begitu mulianya ibu tersebut yang ikhlas menciumi tanganku dengan pemberian selebar uang 20.000-an, sedang anak-anakku walau dengan pecahan 100.000-an terkadang lupa mengucapkan terima kasih.

Hal jazaa ul ihsaani iilal ihsaan
Fa bi ayyi aalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan (55:60-61)

Musafir fana(penulis)










0 Comments:

Post a Comment

<< Home


Supported by : cenary.com