AINA QALBYNA BLOG
Allah memberikan kehidupan kepada kita sebagai makhluq sempurna,punya akal....dan kehidupan yang indah
....jalani dengan ikhlas dan siap menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah SWT....amin
Perjalanan panjang hidup seorang anak manusia sulit untuk di tebak oleh yang namanya manusia itu sendiri,
umur,rezeki,pertemuan,juga maut.
Semua ada yang mengatur,tiap sedetik desah nafas yang kita hirup ada yang mengatur yaitu Allah SWT.
------------------------------
IslamDotNet | Links | Teman-teman | Siapakah aku?

Wednesday, September 28, 2005

Bismillahirahman nirahim
Apa Kata Lukisan Hatiku,...

Semilir merdu desir sang bayu menyeruak dalam kekelaman bathinku, membelaiku dalam keletihan dan penat yang membusung, merengkuh, memeluk di nuansa heningku yang diam -- disaat ku terpejam, merangkai warna-warni mimpi yang tlah pudar. Di gurunku yang tandus, gersang, kering -- kujejakkan langkah, limbung, jatuh lalu bangkit lagi, terseok meniti matahari yang mulai merapat menuruni siluet jingga di ufuk cakrawala barat. Oh, ada oase di sela-sela langkahku -- gemericik air -- meneduhkan lembayung hatiku yang pucat. Ku buka mata, kusunggingkan senyum, kurajam gejolak, kubasuh seluruh tubuhku, rasakan siraman air zamzam itu mengguyur kulitku yang keriput -- meresapi pori-pori jiwa yang kaku -- meluluhkan debu dibilik jantungku yang keruh. Aku ingin sepuas-puasnya disini, menikmati oase ditengah gurunku yang senyap. Oase itu. Kamu! Aku ingin maknakan kamu, aku abadikan, aku pahat disepanjang dinding hati yang mulai mengerak. Aku tunaskan ranting-ranting perdu berbunga yang mulai layu di taman ruhku. Kubingkai dalam kemesraan, diramaikan oleh kidung-kidung cinta, desah asmara, gejolak jiwa -- semua memberi makna diatas gemuruh langit. Senjakala yang membias perlahan turun... Di senja ini ku beringsut, mencari pencerahan pelita di antara celah bintang dan pendar rembulan yang mulai redup tertutup mendung. Kubawa kamu dalam perjalanan baruku -- kubingkai kamu dalam pigura hatiku -- kutemukan kamu dalam pencarianku yang tlah renta. Jingga kemerahan tlah hilang, Sayang. Malam datang. Kupeluk kamu dalam selongsong hatiku, berharap kehampaan ini akan penuh diisi gemerlap di sekujur jiwamu -- menawarkan kerinduan yang menumpuk di pojok tikungan hatiku -- meski aku hanyalah sebuah batu nisan tua, ditengah kuburan yang tak pernah ditengok cinta. Malam ini memang gelap, tapi semoga tak begitu dengan hati kita, karna aku yakin dengan kemewahan kasih yang kau bawa. Kemudian kita terus melaju dalam gelap. Pekat. Aku masih ingin menemukan jalan di ujung nafasku yang tinggal satu-satu. Langit memang bisu. Angin pun tlah lelah menemaniku mengembara dari benua ke benua. Tinggal kamu yang kupertaruhkan untuk membawaku pada terang esok hari. Lihatlah!! Aku ingin selalu tersenyum untukmu -- ingin sealu merayumu dalam cumbu mesra -- ingin selalu mengajakmu tertawa meski ada perih terselip di celah-celah hatiku. Kerinduan ini milikmu sekarang -- hati terluka ini milikmu sekarang -- untuk kamu obati dengan pengorbanan jika kamu mampu. Kuresapkan kata demi kata dalam doa -- kurangkai dalam perjalanan rembulan melintasi tata surya -- menembus sap demi sap langit, menuju pada sebuah cahaya di tempat yang tak kasat mata. Aku tak punya satu kata untuk menggendongmu di pelukku -- selain mataku yang sayu, lelah mengacak arah -- sebelum kamu datang di padang pasir luasku -- memporakporandakan kebengalanku. Tapi aku punya sebait puisi tak tertulis di palung terdalam jiwaku -- yang tak kan tampak sebelum kamu mampu menembus dan menawarkan ruang hatiku yang pengap dan usang. Dan kita terus melaju di perjalanan ini -- melaju -- melaju -- sampai kita pada tepi sebuah jurang yang dalam membentang. Tak tampak lembah dibawah, hanya ada kabut menggelayut di ujung-ujung batu yang meruncing. Uh, dadaku pengap, mataku berkunang-kunang -- kudekapmu erat. "Jangan lihat ke bawah, Sayang.â€‌ Aku tak ingin ada ngeri dihatimu -- aku tak ingin ada tangis di matamu -- aku tak ingin ada air mata mengalir membasah di kalbumu yang banyak tergores kelam. Biar hatiku ini sedikit menciut diterkam menganganya -- biar peluh ini tak ada henti menetes dari jidatku yang menghitam -- biar langit mengutuk dengan hujan berkepanjangan -- jangan kamu resah hati -- kegetiran ini hanyalah salah satu episode dari sekian banyak episode yang kan kita lalui. Aku memang dirundung sedih, kekhawatiran bahkan mungkin ada sedikit keraguan. Tapi, aku tetap ingin disisimu -- mengusung letih ini bersama-sama -- tak apalah kita menangis, tak apalah kita berduka, tak apalah kita terajam garis-garis nasib yang keras –- disana masih ada angin yang mengibur dengan tetembangan, ada para pujangga yang setia merangkai kata di atas permadani cinta, ada kerinduan -- rindu yang tak berujung batas -- yang selalu merekatkan keyakinan. Jurang itu selalu menganga, Sayang. Membangkitkan ngeri di ulu hati. Tapi aku ingin membawamu terbang melintasinya, hingga kita merapat di seberang. Lalu berlari jauh ke hamparan rumput hijau di ujung sana. Kita duduk di pelataran senja, di atas batu-batu cadas, bercengkerama sampai malam tiba. Lihat dia membawa bintang dan rembulan, juga mega putih berarak membasuh langit. Oh, rembulan yang indah, dengan sinar keperakan yang membias di sekujur tubuh kita hingga terang benderang. Kita bertatapan, kita tersenyum, lalu kita bercerita tentang indahnya cinta. Bulan ikut tersenyum, Sayang. Malam ini aku ingin seutuhnya di dekatmu -- memelukmu dalam hangatku -- menemani bulan sepanjang malam dalam cerita-cerita indah yang dia kidungkan. Ah, sekonyong-konyong bulan meredup -- awan hitam datang menutup segala warna -- kita terpekik dalam diam. Jangan kamu menangis, Sayang! Biarkan bulan itu pergi dibawa awan hitam -- relakan saja -- meskipun kita tak tahu -- entah berapa lama lagi kita kita bisa mengulang saat seperti ini -- menatap rembulan purnama di pelataran alam -- bercengkerama -- mengagumi keindahannya-- berbagi rasa... Ah, kenapa mataku jadi berkaca-kaca?? Aku sedih bukan karena purnama meninggalkan kita, tapi karena kamu ikut meluapkan air mata. Sudah... kita sabar saja menunggu rembulan kembali. Dia pasti datang dengan senyum yang lebih indah, meski entah berapa lama lagi dia kembali. Sayang... aku lupa satu hal yang ingin kuceritakan. Tentangku. Tentangku yang usang di sudut bumi -- tentangku yang berani mengajakmu melarikan diri dari luasnya gurun yang terik -- tentangku yang hanya mampu membanggakan nestapa -- tentangku yang legam diantara pijar-pijar kemewahan -- tentangku pula yang tak punya keberanian mendobrak dinding di belakang hatimu. Tapi aku bangga -- aku masih punya cinta. Apa kamu percaya dengan cinta, Sayang?? Aku sendiri belum begitu yakin -- apakah cinta ini mampu menghidupiku ditengah kejamnya waktu. Aku kadang tertawa sendiri – menertawakan nasibku -- namun, meski ditertawakan nasib itu akan tetap menangis dan menangis hingga lautan berubah menjadi kubangan air mata. Tapi itu tak perlu disesali bukan?? Aku hanya mampu berusaha, meski pada akhirnya Tuhanlah yang mengaturnya. Atau kamu yang telah menyesal karena telah mengenal aku? Karena aku memang tak sehebat yang kamu kira. Bukan aku tak mensyukuri -- tapi aku memang tak patut membanggakan diri dan memang tak ada yang bisa aku banggakan. Aku hanya ingin menjadi bumi, tegar tapi tak angkuh -- kelam tapi berpendar mimpi. Aku telah lelah terpuruk dalam tangis yang panjang -- kuharap kamu tak semakin membuatku terpuruk, terajam, lara dan pedih yang menghabiskan sisa-sisa darah di jantungku. Aku ingin sebebas udara -- terbang terapung -- berdiam dimana saja -- mengekspresikan diri, wujudkan inspirasi -- seperti aku ingin memberimu sesuatu yang lebih jika aku mampu memberikannya. Kemarin, sekarang ataupun besok adalah rangkaian waktu yang musti kita lalui. Kemarin adalah sebuah kenangan -- yang pahit dan yang manis -- maka jangan terjebak oleh kepahitan silam yang mengiris jiwamu atau terlena oleh keindahan masa lalu yang belum tentu akan kita dapatkan hari ini dan esok. Hari ini adalah kenyataan -- kenyataan yang mau tak mau musti kita rasakan -- apa yang kita perbuat hari ini, maka itulah yang terjadi, dan hari ini akan menjadi kenangan pada esok hari. Setelah hari ini masih ada esok menanti -- esok adalah perjuangan -- esok harus lebih baik dari hari ini, meski tak semua orang bisa melakukannya. Sungguh, aku tak ingin kamu layu dalam kekelamanku. Aku ingin bangkit bersamamu -- menghapus kesedihan dan air mataku -- menepiskan duka yang membayang dipelupuk mataku. Harapan akhir dari cerita ini adalah kebahagiaan, kedamaian, ketentraman dan segala keindahan seperti bias pelangi di bawah gerimis rintik-rintik itu,walau aku tidak berani berharap banyak dan memberikan janji,tapi aku bahagia ada kamu.Hmmmm this is for someone special in my life.

5 Comments:

Anonymous Anonymous said...

siape tuh someone hiks. Not clear hihi

2/10/05 18:41  
Anonymous Anonymous said...

puisi ini memberi inspiraasi untuk tetap tegap walupun dlm ke gelapan, indah meresapi kata2nya dan tegar menjalani hidup..demi cinta dan kasih sayang insyaalloh semua harapan kan datang bersamamu dengan sang pencinta amiin

24/1/07 02:08  
Anonymous Anonymous said...

kubaca lagi puisi ini tak bosan...terlalu indah untuk di tinggalkan...terlalu indah untuk di hilangkan...sampai tak sanggup lagi helakan nafas...ntahlah kadang yakin akan bisa bersamamu kadang mungkin hanya khayalan semata... kau terlalu indah kau terlalu sabar walau hentakan kekecewaan dan kekesalan sering kau terima...semoga segalanya tercapai...amiin

10/1/08 10:11  
Blogger Aina Al Qalby said...

makasih yang udah pada ngisi comment ya ,...

28/1/08 21:48  
Anonymous Anonymous said...

wewww...sangat menyentuh

9/7/08 16:50  

Post a Comment

<< Home


Supported by : cenary.com